Waspada Serangan Degradasi dan Dekadensi Moral Remaja di Era Digital

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), globalisasi berarti proses masuknya informasi, pemikiran, gaya hidup, dan teknologi ke ruang lingkup dunia.

Defgradasi moral adalah bentuk dari melemahnya suatu nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat khususnya remaja yang mengarah pada terbentuknya benturan budaya baru. Peristiwa ini menyimpang dari kebiasaan dan adat pada masyarakat sebagai akibat buruk dari perkembangan teknologi yang disebabkan oleh globalisasi. Sedangkan makna dekadensi moral adalah pengikisan jati diri yang terkait merosotnya tentang nilai-nilai keagamaan, nasionalisme, nilai sosial budaya bangsa dan perkembangan moralitas individu. Kedua fenomena tersebut terjadi pada remaja sebagai dampak dari perkembangan tenologi digital.

Degradasi dan dekadensi moral remaja ini muncul setelah adanya proses globalisasi. Setiap proses prerubahan akan menghasilkan dampak positif dan negative terhadap remaja yang hidup di era digital. Dampak positif yang dirasakan oleh remaja terjadinya kemajuan dalam berfikir sehingga mereka mampu berfikir kritis, berfikir maju ke depan tentang bagaimana mereka menata masa depannya, melalui teknologipun remaja Indonesia mampu menembus pasar dunia dalam menjemput Impian mereka melalui sekolah ataupun bekerja di luar negeri melalui jalur beasiswa maupun jalur mandiri dengan pulang membawa segudang keberhasilan yang mampu meningkatkan harkat dan derajat orang tuanya di kampung, melalui kesuksesan anaknya orang tua menjadi dihargai oleh masyrakat hal inilah yang menjadi harapan seluruh orang tua dimanapun. Namun hidup tidak selalu sesuai antara harapan dan kenyataan.

Degradasi dan dekadensi moral menjadi sebuah produk unggulan dari munculnya arus globalisasi semakin diperparah lagi pasca pandemi covid 19 hal ini membuktikan bahwa setiap perubahan tentunya akan menghasilkan dampak negatif yang sampai saat ini belum bisa mengimbangi dampak positif yang terjadi pada diri remaja, melalui perkembangan teknologi sebagai asfek yang paling cepat berpengaruh buruk kepada remaja yang hidup di era digital, remaja menjadi kehilangan jati dirinya dan kehilangan karakter aslinya yang terasimilasi oleh pengaruh dari luar yang diperoleh mealalui teknologi informasi diantaranya melalui handphone dengan segudang fitur yang tersedia. Seharusnya remaja mampu memanfaatkan teknologi untuk kepentingan yang mendukung Pendidikan mereka karena dengan teknologi semua menjadi mudah namun berdasarkan pengalaman saya sebagai seorang guru di usia remaja yakni SMA mendapatkan fakta hanya Sebagian kecil siswa yang mampu mengimbangi arus globalisasi sehingga dampak buruk yang dirasakan tidak terlalu besar namun Sebagian besar siswa remaja di SMA yang saya hadapi saat ini sungguh mengiris hati karena karakter yang seharusnya muncul pada diri siswa hampir hilang, mulai dari etika berpakaian, etika berbicara, etika berperilaku, hingga yang paling menyedihkan remaja masa kini sudah hampir tidak memiliki jiwa kompetitif bahkan bekerja keras mengejar Impian mereka.

Pandemi covid 19 menjadi salah satu penyumbang dampak buruk yang terjadi pada diri remaja karena pada saat itu terjadi perubahan pola hidup yang menghasilkan kemunduran pada diri siswa remaja pada saat ini. Kegiatan pembelajaran yang 100% menggantungkan diri pada handphone melekat hingga kini, sehingga siswa enggan berusaha dan ingin instan dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan, tanpa perjuangan apalagi berkorban waktu dan tenaga, alhasil siswa menjadi malas bekerja , malas berfikir dan malas bergaul, padahal era digital menuntut generasi muda untuk tidak pintar ecara IQ tetapi ada yang jauh lebih utama yang harus dimiliki oleh remaja yakni kecerdasan mental, emosional, spiritual, social, dan banyak lagi soft skill yamg penting dimiliki siswa remaja saat ini.

Selain pandemi covid 19 saya melihat fenomena degradasi dan dekadensi moral siswa remaja saat ini dipengaruh juga oleh parenting style ( pola asuh orang tua ) yang kurang tepat seperti belum seimbangnya antara kebutuhan yang harusnya diterima oleh anak tetapi tidak diberikan oleh orang tua dalam hal ini pemenuhan kebutuhan secara mental, selam ini banyak sekali orang tua yang hanya memperhatikan keinginan anaknya tanpa mengetahui kebutuhannya apa, namun sebaliknya ada juga anak yang belum mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang anak, banyak anak yang hanya bisa menuntut saja tanpa memperhatikan kewajibannya sudah terpenuhi atau belum. Ketimpangan inilah yang juga mampu menjadi salah satu factor yang dapat memperburuk terjadinya degradasi dan dekadensi moral.

Berdasarkan deskripsi diatas saya sebagai seorang guru SMA merasa sangat perlu berkontribusi didalam berupaya meminimalisir dampak buruk arus globalisasi dalam hal ini bagaimana agar degradasi dan dekadensi moral remaja yang diakibatkan oleh arus globalisasi dapat menurun, sebagai warga negara Indonesia yang baik  kita tidak bisa menolak terjadinya arus globalisasi karena kemajuan disegala asfek akan terus berkembang dan maju, tetapi kita sebagai kalangan intelektual sudah seharusnya memberikan penekanan kepada siswa renaja untuk memiliki kemampuan berfikir kritis, daya nalar yang tinggi sehingga mampu melakukan filterisasi dari setiap perubahan yang hadir di hadapan para remaja, perubahan pola asuh anak juga menjadi penyumbang sangat berarti bagi pembentukan karakter anak yang akan menjadi modal dasar bagi anak dimanapun mereka berada sehingga parenting style menjadi ilmu yang penting bagi orang tua pada saat ini agar terjadi keseimbangan antara perlakuan guru di sekolah dan perlakuan orang tua di rumah, karena Kerjasama yang baik antara orang tua dengan guru merupakan Langkah yang baik yang penting dilakukan sehingga orang tua bisa mengetahui perkembangan putra putrinya dengan begitu harapannya terbentuk  karakter – karakter baik yang akan muncul pada diri remaja, harapan terbesarnya remaja era digital mampu menjadi asset bangsa yang menjanjikan yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual ( IQ) tetapi setidaknya mereka faham akan pentingnya kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan ability (AQ) dan memiliki kemampuan problem solving yang akan menjadi seseorang yang mampu memberikan manfaat bagi banyak orang karena sebaik-baik manusia mereka yang bermanfaat bagi orang lain. Untuk para pendidik di Indonesia smog akita mampu menjadi fasilitator yang dibutuhkan oleh peserta didik di usia remaja sehingga mampu menciptakan generasi sehat mental dan spiritual.

Penulis : Dianti Yuniar, S. Pd., M. Pd ( Guru Geografi SMAN 2 Garut)